Wednesday, April 1, 2015

Setitik Inspirasi untuk Perubahan

            “Ummi, mas ngantuk ndak mau muroja’ah sekarang”. Ucap Fatih dengan menunjukkan wajah melas pada Umminya.
            “ Mas Fatih kan dari tadi sore main terus, besok di marah ustadzah kalo gak mau setor hafalan sekarang”. Balas Ummi dengan sedikit tegas.
            Aku pun tersenyum memperhatikan peristiwa malam itu. Entah mengapa tiap melihat Fatih membuat alasan kepada orang tuanya agar tidak menyetor hafalan, aku selalu ingin tertawa dikarenakan wajah melasnya yang pandai sekali ia tunjukkan.
            Fatih adalah keponakan pertamaku yang tinggal dekat dengan rumahku. Ia bersekolah di Sekolah Dasar Islam Terpadu dan sedang duduk di kelas dua sedangkan adiknya berusia lima tahun. Tidak berasal dari keluarga penghafal qur’an, namun keluarga kami sangat menginginkan anaknya untuk bisa menghafal Al-qur’an. Untuk itu sejak dini, Fatih dan adiknya Naqiya sudah dilatih untuk menghafalkan ayat-ayat qur’an.
            Setiap kali aku berkunjung ke rumah mereka atau sebaliknya, Fatih dan Naqiya selalu melaporkan kepadaku tentang status hafalan mereka apakah bertambah ataupun mungkin stuck di satu surah. Dengan semangat mereka bercerita tentang hafalan mereka.
            “ Mbak Nafisha, Mas Fatih uda hafal sampai surah Al-Mutoffifin. Adek Naqiya kalah dia.”
            Gerutu Fatih di depanku. Fatih memposisikan Naqiya layaknya lawan dan sebaliknya. Aku hanya tersenyum dan kemudian menyemangati mereka berdua.
            Pada suatu malam ketika aku mengunjungi rumah mereka, Fatih menghampiriku yang sedang asyik dengan gadget bercover merah marun itu. Ah, untuk apasih anak kecil ini mendekatiku. Keluhku dalam hati.

            “Mbak Na, kenapa gak ngaji? Mbak Na kemarin suruh kita ngaji tapi mbak Na main Hape.” Dengan memalingkan wajahnya, Fatih langsung melarikan diri mendekati Umminya. Memang, aku juga tak pernah berpikir mengapa aku begitu malas untuk menghafalkan ayat Al-qur’an seperti yang dilakukan keponakanku. Terkadang aku berfikir bahwa menghafal itu gampang, jadi ya santai saja.
            Perkataan Fatih semalam hanya aku anggap sebagai ucapan anak kecil biasa yang tak terlalu bermakna. Aku kembali kepada rutinitasku sebagai pelajar dengan segudang tugas dan organisasi internal maupun eksternal sekolah. Sehari – hari aku hanya menjalankan ODOL (One Day One Ayat), hanya itu amalanku yang paling lancar selain sholat wajib yang sifatnya memang wajib. Tak ada amalan istimewa yang aku lakukan sehari-hari.
            Aku selalu berangan-angan menjadi seorang hafidzah, tapi apakah bisa? Apakah keinginan itu tak terlalu ketinggian? Karena kalau terlalu tinggi, apabila jatuh maka akan sakit sekali. Sampai-sampai dalam seratus mimpiku kutulis “menjadi seorang hafidzah ketika berumur 20 tahun”. Entah saat itu aku sedang bermimpi atau kerasukan jin muslim hingga dengan enteng menulis mimpi seperti itu.
            Aku kembali bermain ke rumah keponakanku. Tiba-tiba Fatih dan Naqiya menghampiriku dan memaksaku untuk muroja’ah qur’an. Tak bisa menolak karena mereka akan menangis, maka aku pun mengiyakan permintaan mereka. Aku yang hanya menghafal tiga qul ( Al-ikhlas, Al-falaq, An-nas) sungguh aku merasa cukup malu ketika keponakanku memintaku untuk mendengarkan dan mengoreksi hafalan mereka yang sudah jauh melampaui diriku.
            “ Mbak Na, surah At-Takwir ya, kalo Naqiya surah Az-Zalzalah.” Aku hanya bisa menelan air liurku saja. Sungguh kali ini aku malu. Mereka tak mengizinkanku mengoreksi mereka dengan membaca juz amma. Sekarang aku harus apa? Bagaimana kalau mereka lupa ayatnya atau kebolak-balik atau tersendat-sendat? Bagaimana caraku memperbaikinya sedangkan aku hanya menghafal tiga qul dan surah yasin saja. Ah entahlah, jika mereka tersendat dan lupa dengan ayat setelahnya katakan saja pada mereka bahwa ini hampir magrib dan hafalannya dicukupkan sampai di sini, hafalkan lain kali saja. Begitulah pikirku.      
            Begitulah alasan bodoh yang ada dalam pikiranku saat itu karena kekuranganku sendiri. Tanpa merasa bersalah, akupun melakukan hal itu. Dan mereka berdua kecewa padaku malam itu karena sosok seorang kakak yang seharusnya ada padaku telah sirna, sosok yang seharusnya membantu, mendengar, dan memperbaiki sesuatu yang salah telah  hilang. Mungkin itu yang ada dalam pikiran mereka. Walaupun mereka masih tergolong anak-anak, siapa yang tahu mereka berpikiran seperti itu. Rasa kecewa tak mereka tunjukkan dengan ekspresi wajah marah ataupun sedih, namun mereka langsung berlari menjauhiku dan mendekati Umminya seraya berkata,
            “ Muroja’ah sama Ummi aja, gak bakal salah hafalannya.” Perkataan yang singkat namun hatiku cukup terenyuh mendengarnya. Aku seperti terpojokkan oleh perkataan anak-anak kecil ini.
            Peristiwa semalam tersebut membuatku berpikir cukup panjang. Kapan aku bisa menjadi seorang kakak yang pantas bagi mereka? Hanya sekedar mendengarkan dan mengoreksi mereka ketika mereka menghafal qur’an di hadapanku. Hanya itu saja keinginan mereka. Kemudian aku berpikir tentang masa depanku. Bagaimana kalau hal yang sama akan ku alami ketika aku nanti menjadi seorang ibu? Sedangkan aku memiliki keinginan agar anak-anakku kelak dapat menghafalkan Al-qur’an namun aku sendiri hanya menghafal tiga qul hingga aku dewasa. Tidakkah itu hal yang aneh? Besar pasak daripada tiang! Itulah diriku sekarang dan nanti apabila aku tidak merubah mindset ku mulai sekarang.
            Entahlah, malam itu aku benar-benar seperti tertonjok oleh benda keras yang membuat kepala dan perutku sakit. Kualihkan pikiranku dengan bermain gadget, agar bermain gadget-ku mendapat berkah, aku membuka line sembari mencari-cari murrotal terbaik di google beserta hafidznya. Tak sengaja pada beranda google aku menemukan seorang hafidz berwajah oriental dan tentunya masih muda bernama Fatih Seferagic. Kebiasaan seorang remaja perempuan apabila melihat wajah laki-laki yang sedikit saja menebarkan pesona kesolehan maka langsung di kepo-in. Seperti itulah aku. Aku langsung mencari tahu siapa Fatih Seferagic itu, kebetulan namanya sama seperti nama keponakanku sehingga menambah kadar keingintahuanku.
            Bola mataku naik-turun memandangi screen gadgetku. Ternyata Fatih Seferagic adalah seorang hafidz muda berusia 18 tahun dari Amerika Serikat. Singkat cerita saja, ia sudah memulai menghafal qur’an sejak usia 9 tahun dan mampu menghafal qur’an dalam kurun waktu tiga tahun. Subhanallah! Suatu pencapaian yang luar biasa. Dan satu hal yang memotivasiku, ternyata masih ada remaja yang mau menghafal qur’an diantara banyak kehidupan berfoya-foya di luar sana. Apalah aku yang masih hidup tenang di bumi Indonesia yang masuk nominasi negeri dengan penduduk muslim terbanyak. Apakah sudah ada usahaku selama ini untuk mempelajari ayat-ayat Allah? Untuk mempelajari apa yang menjadi pedoman kehidupan manusia? Selama ini aku sadar bahwa aku hanya sekedar membaca, tanpa tau apa yang aku baca, tanpa mengerti apa maksudnya, dan tanpa usaha untuk mengkajinya.
            Sekarang, aku mulai banyak mendownload murrotal Fatih Seferagic, dan setahap demi setahap aku hapus koleksi lagu baratku dan kuganti dengan murrotal qur’an. Yang awalnya aku ingin mendownload video dan murrotalnya hanya karena hafidznya ganteng, sekarang niat itu berubah yakni lillahita’la, in sya Allah. Tentunya aku pun tak mau kalah dengan anak SD yang sudah hampir menghafal keseluruhan juz 30.
            Dan saat ini kusadari, betapa pentingnya kita membaca, mengkaji dan menghafal ayat-ayat Allah SWT. Agar kita mengerti maksud serta tujuan penciptaan langit dan bumi beserta isinya dan agar kehidupan kita lebih tertata. Karena sesungguhnya Al-qur’an adalah pedoman hidup umat manusia. Untuk itu, aku mulai membulatkan tekad dan menuliskan dalam daftar agenda sehari-hariku bahwa harus ada waktu tertentu di mana aku mengkaji Qur’an tidak cukup hanya membacanya. Di dalam kamarku tepat di samping tulisan jadwal pelajaran ku tertulis “sempatkan 10-15 menit tiap hari ba’da sholat maghrib untuk menghafal juz 30 serta mempelajari arti Al-Qur’an.” Aku tentu memiliki harapan yang besar, harapan bahwa itu tidak hanya sekedar tulisan apalagi pajangan kamar. Aku sungguh ingin hal itu terealisasikan segera tak peduli seberapa sibuk diriku dan seberapa lelah diriku.
            Terlepas dari hal itu semua, aku tentu sangat ingin berterimakasih kepada kedua orang tuaku. Karena berkat mereka lah hafalanku terhadap Qur’an tidak nol sama sekali. Semasa aku kecil hingga sekarang kedua orang tuaku sering mengaji entah di kamarku ataupun di sampingku, sehingga beberapa ayat cukup melekat di ingatanku hingga kini. Akupun menjadi tidak asing dengan Al-Qur’an. Walaupun tidak tau apa nama surah yang dibacakan mereka berdua, namun bila diminta untuk meneruskan aku spontan akan melanjutkan hingga tiga sampai empat ayat. Tak mau riya’ dengan hal itu semua, akhir-akhir ini aku terus berusaha untuk menambah hafalanku dan terus mengulanginya namun tetap saja karena banyaknya maksiat yang tak lepas dari diriku yang membuat hafalanku cepat hilang. Untuk itu, salah satu cara cepat agar aku lebih mudah menghafal dan tergerak keinginaku untuk menghafal adalah dengan muroja’ah bersama dua keponakanku. Mendengarkan, mengikuti dengan gerakan mulut tanpa suara, memperbaiki dan melanjutkan apabila mereka tesendat-sendat.
            Begitulah kisah awal bagaimana aku mulai bersemangat untuk menghafal Al-Qur’an. Terinspirasi dari dua anak kecil dan salah seorang hafidz muda berkebangsaan Amerika Serikat. Terkadang, keinginan yang besar tidak akan tercapai tanpa usaha yang besar pula dan usaha yang besar tidak akan terjadi tanpa adanya pergerakan (perubahan) dan semangat untuk usaha tersebut. Seperti rumus fisika yang kita ketahui bersama bahwa,
W= F x S, dimana W adalah usaha serta F adalah gaya (semangat) untuk berusaha dan S adalah perpindahannya (hijrah). Apabila perpindahannya negatif dalam arti berpindah ke arah yang lebih buruk, maka hasil usahanya adalah negatif pula. sedangkan apabila tidak ada semangat dalam melakukan usaha atau F= 0, maka usahanya nol pula. Begitulah sebaliknya.
            Jadi sahabat, mulailah dari sekarang untuk berhijrah ke arah yang lebih baik serta merubah midnset kita bahwa mempelajari ataupun menghafal Al-Qur’an bukanlah hal yang dapat membuang-buang waktu dalam sisa hidup kita melainkan akan menambah derajat kita sebagai seorang muslim. Barakallah.

No comments:

Post a Comment